METODE FIFO, LIFO, DAN AVERAGE
Metode FIFO(First In First Out)
Metode FIFO pertama kali dikenal dalam akuntansi keuangan sebagai salah satu metode dalam penilaian persediaan. Harga yang digunakan sebagai dasar dalam menilai persediaan barang dapat memakai harga lama atau harga baru. Metode FIFO dalam persediaan yaitu pencatatan barang persediaan yang mengasumsikan persediaan yang pertama masuk akan dikeluarkan dan persediaan yang masuk terakhir akan dikeluarkan belakangan
Artinya dalam metode FIFO tersebut persediaan yang dicatat pertama kali saat penjualan adalah persediaan yang pertama kali masuk. Metode ini sangat baik untuk menghindari persediaan yang rusak akibat penyimpanan dalam gudang yang terlalu lama, juga sangat relevan untuk pencatatan persediaan yang disajikan berdasarkan harga terkini atau didasarkan pada harga baru atau harga urutan yang terakhir.
Metode ini cenderung menghasilkan persediaan yang nilainya tinggi dan berdampak pada nilai aktiva perusahaan. Metode FIFO seringkali tidak nampak secara langsung pada aliran fisik dari barang tersebut karena pengambilan barang dari gudang lebih didasarkan pada pengaturan barangnya. Dengan demikian metode FIFO lebih nampak pada perhitungan harga pokok barang. Dalam metode FIFO, biaya yang digunakan untuk membeli barang pertama kali akan dikenali sebagai Cost of Goods Sold (COGS). Untuk perhitungan harga maka digunakan harga dari stok barang dari transaksi yang terdahulu.
perhitungan metode FIFO dari data di atas:
Biaya 150 unit dalam persediaan per 31 Januari 2018 senilai Rp 3.250.000 dari biaya barang tersedia untuk dijual senilai Rp 5.880.000 sehingga diperoleh harga pokok penjualan senilai Rp 2.630.000
Biaya Paling akhir, pembelian 30 Januari 2018 100 Rp 22.000 Rp 2.200.000
Biaya paling akhir selanjutnya, pembelian 10/1/2018 50 Rp 21.000 Rp 1.050.000
Persediaan 31 Januari 2018 150 Rp 3.250.000
Setelah itu dengan mengurangkan biaya persediaan per 31 Januari 2018 senilai Rp 3.250.000 atas biaya barang yang tersedia untuk dijual senilai Rp 5.880.000 sehingga hasil yang diperoleh sebesar Rp 2.630.000.
Metode LIFO (Last In First Out)
Metode LIFO merupakan pencatatan barang persediaan yang mengasumsikan unit persediaan yang terakhir dibeli dikeluarkan terlebih dahulu, dan unit persediaan yang pertama dibeli akan dikeluarkan dikemudian hari. Dalam metode LIFO persediaan yang pertama kali dicatat saat penjualan adalah persediaan yang terakhir masuk.,dalam metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pencatatan barang persediaan
Kelebihan menggunakan LIFO adalah Pengukuran pendapatan yang lebih baik, karena barang yang dijual dibebani dengan yang terakhir sehingga lebih realistis. Jika harga cenderung naik maka menjadi lebih tinggi sehingga laba kecil dan menyebabkan pajak yang dibayar juga kecil. Sedangkan Kelemahannya adalah Jika harga cenderung naik maka laba akan nampak lebih kecil, dan hal ini tidak disenangi terutama oleh pemegang saham. Nilai persediaan yang dicantumkan di neraca tidak realistis
Sesuai data seperti contoh metode FIFO diatas, biaya 150 unit dalam persediaan akhir per 31 Januari 2018 akan dihitung seperti berikut:
Perseidaan awal, 1 Januari 2018100Rp 22.000Rp 2.000.000Biaya paling awal selanjutnya, pembelian 10/1/201850Rp 21.000Rp 1.050.000Persediaan 31 Januari 2018150Rp 3.050.000
Dengan Mengurangkan biaya persediaian per 31 Januari 2018 senilai Rp 3.050.000 berasal dari biaya barang untuk dijual senilai Rp 5.880.000 maka akan diperoleh harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp 2.830.000
Average (Rata – rata)
Metode average atau disebut juga metode rata-rata tertimbang adalah metode yang digunakan untuk menghitung biaya perunit persediaan berdasarkan rata-rata tertimbang dari unit yang serupa dan biaya unit yang dibeli selama suatu periode. Caranya adalah dengan membagi biaya semua barang yang tersedia untuk dijual dengan unit yang tersedia untuk dijual dan hasilnya adalah biaya rata-rata perunit. Setelah ditemukan biaya rata-rata perunit baru beban pokok penjualan dihitung dengan dasar harga rata-rata perunit.
Dalam metode ini, jumlah harga pokok produk dalam proses awal ditambahkan dengan biaya produksi yang dikeluarkan periode sekarang dibagi dengan unit produk untuk menghasilkan harga pokok rata-rata tertimbang. Harga pokok produk yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama merupakan harga pokok akumulatif,yaitu merupakan penjumlahan harga pokok dari departemen satu ditambahkan dengan departemen berikutnya yang bersangkutan.
Dengan memakai data biaya yang sama dengan contoh padaa metode LIFO dan juga FIFO, maka biaya rata-rata 280 unit senilai Rp 21.000, dan untuk biaya unit dalam persediaan akhir, dihitung seperti dibawah ini:
Biaya unit rata-rata : Rp 5.880.000 / 280 unit = Rp 21.000
Persediaan 31 Januari 2018, 150 unit dengan biaya Rp 21.000 per unit = Rp 3.150.000
Mrngurangi biaya persediaan per 31 Januari 2018 senilai Rp 3.150.000 dari biaya barang tersedia untuk dijual sebesar Rp 5.880.000 akan memperoleh harga pokok penjualan (HPP) sebesar Rp 2.730.000, seperti tabel dibawah ini:
Persediaan awal, 1 Januari 2018
Pembelian (Rp 1.680.000 + Rp 2.200.000)
Biaya Barang tersedia untuk dijual
Persediaan akhir 31 Januari 2018
Harga Pokok Penjualan (HPP)
Rp 2.000.000
Rp 3.880.000
Rp 5.880.000
Rp 3.150.000
Rp 2.830.000
Penggunaan Metode Penilaian Persediaan Biaya Rata-rata
Komentar
Posting Komentar